Kopi Susu

Saturday, March 05, 2016


        Sore itu cuaca sedang tidak bagus. Langit yang awalnya cerah berubah menjadi gelap. Suara gemuruh pun mulai terdengar jelas di telinga. Aku yang masih berada di sebuah kafe bernama Coffee Milk hanya dapat melihat ke arah jendela dengan tatapan cemas "jika hujan turun semakin deras, kapan aku bisa pulang?". Bersama dengan sepiring kentang goreng dan secangkir susu putih yang hangat dengan campuran sedikit jahe aku membaca sebuah novel komedi favoritku. Suasana semakin lengkap dengan iringan piano dari sisi ujung kafe.

        Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya hujan pun reda dan aku bergegas pulang sebelum hujan kembali datang. Jarak antara kafe dengan rumahku cukup dekat, aku hanya perlu berjalan sekitar lima belas menit. Kafe ini seperti kafe wajib untukku. Setiap aku merasa lelah, merasa stress atau butuh hiburan aku selalu pergi ke kafe ini. Aku selalu merasa menjadi lebih baik setiap minum secangkir susu putih yang diberi sedikit jahe. Nikmatnya susu putih bercampur dengan hangatnya jahe itu benar-benar mampu membuatku menjadi lebih tenang. Biasanya setelah hujan turun lampu-lampu di depan kafe ini selalu menjadi berwarna-warni dan dengan indah memancarkan cahaya mereka. Namun entah kenapa sore ini lampu-lampu itu tidak menyala dan di depan kafe aku melihat sebuah pemandangan yang menurutku cukup miris. Aku melihat sepasang kekasih yang bertindak tidak wajar. Jika pada umumnya cewek lah yang dimarahi oleh cowok tetapi kali ini berbeda, si cowok lah yang dimarahi bahkan sampai di tampar oleh si cewek. Padahal jika melihat dari suara dan tampilan cowok tersebut dia adalah seperti bukan tipe cowok yang lembut dan takut dengan cewek, tapi entahlah itu sama sekali bukan urusanku.

        Setelah hari itu aku semakin jarang ke kafe itu. Kesibukan di kantor membuatku susah meluangkan waktu untuk menenangkan diri ke kafe itu. Hingga suatu malam aku merasa sangat lelah dan menyempatkan diri untuk pergi ke Coffe Milk untuk menikmati secangkir susu putih dengan sedikit jahe kesukaanku. Malam itu indah sekali, entah kenapa cahaya-cahaya di kafe hari itu sangat indah dari biasanya. Rasanya aku ingin segera menikmati kenyamanan tersebut. Aku pun duduk di sebuah kursi di pinggir jendela dan memesan kentang goreng dan secangkir susu putih dengan jahe. Belum datang pesananku tiba-tiba seorang laki-laki menghampiri mejaku dengan membawa secangkir kopi miliknya, menunjuk kursi di depanku dan berkata "Permisi, boleh duduk disini nggak ?". Saat melihat mata laki-laki itu aku merasa telah mengenalnya sehingga aku pun memperbolehkan dia untuk duduk.

        Belum sempat aku mengucapkan sebuah kata, lelaki itu langsung melontarkan sebuah pertanyaan :
"Kamu cewek yang waktu itu kan ?"
"Hah maksudnya?" jawabku.
"Iya cewek yang waktu itu baru keluar dari kafe dan liatin aku. Waktu itu aku lagi sama cewekku" balasnya.
"Oooohh kamu cowok itu? Cowok yang dimarahin sama ceweknya itu ?" balasku lagi.
"Ehm iya" balas lelaki itu dengan wajah sedih dan menundukkan kepala.
Lelaki itu bernama Vero. Aku pun berbicara panjang lebar dengan lelaki itu. Ternyata sore itu dia tidak membalas atau melawan tamparan dari ceweknya karena dia sangat menghargai cewek. Sejahat apapun ceweknya dia tetap tidak berani membalas dengan kemarahan. Dia hanya mampu menasehati dengan keras namun tidak bisa memarahinya. Dia juga mengatakan bahwa satu minggu setelah kejadian sore itu, dia putus dengan ceweknya karena si cewek merasa bosan dan sudah menemukan pasangan baru.

        Setelah ngobrol sekitar lima belas menit pesananku akhirnya datang. Kami pun membicarakan hal lain, karena menurutku membicarakan masa lalu bukan lah hal yang bagus. Cukup lama kami ngobrol hingga lupa waktu. Tak terasa jam dinding telah menunjukkan pukul 22:00 WIB. Aku pun pamit pulang, namun si cowok menahanku.
"Tunggu" ucapnya.
"Iya ada apa ?" balasku.
"Boleh minta nomor handphone kamu nggak?" ucapnya lagi.
Aku yang biasanya sangat susah memberikan nomor handphone ke orang lain, entah kenapa kali ini tanpa berpikir panjang aku langsung memberikan nomor handphoneku.
"085684XXX" balasku.
Dia pun mencatat nomor handphone ku dan mengantarku sampai keluar kafe. Lampu-lampu kafe malam itu menyala dengan indah nya.

         Hari-hari selanjutnya aku melakukan kegiatan seperti biasanya. Ada kalanya Vero menghubungiku hanya sekedar menanyakan kabar dan keadaanku. Dari kebiasaannya itu aku mulai memahami sifatnya. Dia bukanlah lelaki yang banyak berbasa-basi tetapi dia bukan pula lelaki yang membosankan. Aku dan Vero semakin akrab, kami seperti telah menjadi sahabat dalam waktu singkat. Feelingku akan sifat baik Vero telah membuatku yakin jika dia adalah orang baik yang dikirimkan Tuhan untukku. Kita berdua sangat jarang bertemu, yang sering kita lakukan hanya ngobrol via telepon, itu pun tidak setiap hari. Meskipun begitu, entah kenapa aku selalu merasa nyaman dan aman setiap mendengar kabar atau suara Vero. Dia tidak pernah menyinggung atau membahas tentang perasaan, tetapi dari setiap gerak geriknya aku tahu persis bagaimana perasaan dia. Aku tidak bisa menyebut jika dia sayang atau cinta padaku, tetapi yang pasti aku tahu adalah dia sangat peduli padaku. Dia sangat sopan dan benar-benar memperlakukanku dengan spesial. Aku bukan kepedean namun inilah kenyataan yang aku lihat dan aku rasakan. Dari beberapa artikel yang pernah kubaca, seorang cewek selalu memiliki firasat siapa yang akan menjadi suami dan ayah dari anak-anaknya nanti. Inilah yang kurasakan. Meskipun baru mengenalnya, tetapi entah kenapa firasat tersebut sangat kuat berada dalam diriku. Tapi entahlah aku hanya dapat menebak, kenyataan yang sesungguhnya belum pasti sama dengan apa yang aku bayangkan dan inginkan.

        Setiap bertemu kami selalu mampir ke sebuah kafe, hanya untuk ngobrol santai. Aku dan Vero memiliki beberapa kesamaan, kami sama-sama senang bersantai di kafe. Minuman yang selalu kupesan setiap ke kafe adalah secangkir susu putih dengan jahe sedangkan Vero selalu memesan secangkir kopi hitam favoritnya. Seperti itu lah agenda pertemuan kami. Setiap lelah berjalan-jalan kami pasti langsung beristirahat dan mampir ke sebuah kafe kemudian ngobrol santai ditemani minuman favorit kami masing-masing. Secangkir susu putih dengan jahe dan secangkir kopi hitam. Kami selalu ngobrolin hal-hal baru, saling berbagi pengalaman masing-masing dan masih banyak lainnya. Satu hal aneh yang selalu membuatku merasa senang adalah setiap aku dan Vero ke kafe entah kenapa lampu-lampu di kafe yang kami datangi itu selalu bersinar dengan indahnya, tidak seperti lampu-lampu pada umumnya. Ini benar-benar hal aneh yang selalu kualami saat bersama Vero, namun hal aneh ini selalu membuatku bahagia. Bisa dibilang kami ini seperti sepasang sahabat yang selalu minum minuman favorit kami masing-masing di setiap pertemuan kami. Seperti kopi susu yang berbeda elemen namun dapat disatukan menjadi secangkir minuman yang lezat. Seperti itulah kami, dua manusia berbeda elemen namun dapat bersatu menjadi sahabat yang dapat memberikan kebahagiaan bagi masing-masing dari kami.

       Awalnya persahabatan kami baik-baik saja hingga kami tidak lagi saling kontak sekitar hampir satu bulan lamanya. Mulanya aku merasa tenang dan berpikiran dia pasti baik-baik saja, mungkin dia sibuk jadi sama sekali tidak bisa menghubungiku. Namun pada suatu sore entah kenapa firasatku sangat buruk, aku benar-benar merasa tidak tenang, aku sangat khawatir akan keadaan Vero. Aku pun memtuskan untuk pergi ke rumahnya damenemui Vero. Sesampai di rumahnya, yang kutemui justru ibu Vero, saat kutanya "Vero nya ada ?", ibu nya menjawab "Loh Vero kan di rumah mertuanya". Mendengar jawaban ibu Vero yang seperti itu, rasanya benar-benar campur aduk. Aku sangat kaget dang bingung apakah aku harus merasa sakit hati atau aku harus merasa senang.
"Maaf bu maksudnya di rumah mertuanya ?" tanyaku.
"Minggu lalu kan Vero menikah, dan sekarang dia dan istrinya itu tinggal di rumah orang tua istrinya" jawab ibu Vero.
Setelah mendengar jawaban ibu Vero seperti itu aku pun langsung berpamitan untuk pulang. Entahlah detik itu aku benar-benar tidak tahu apa yang aku rasakan. Antara sakit hati dan bahagia itu semuanya campur aduk menjadi satu.

        Apakah selama ini aku terlalu kepedean atau aku terlalu berpikir positif atau bagaimana? Aku benar-benar tak bisa memahami ini semua. Kejadian ini terlalu cepat terjadi. Aku coba menghubungi Vero namun dia sama sekali tidak merespon. Ada kalanya dia menghubungiku namun hanya melalui sms dan itu pun dikirimkannya setiap satu bulan sekali. Isi dari pesannya pun selalu sama :
"Hai, aku disini baik-baik saja. Aku harap kamu juga selalu baik-baik saja disana. Meskipun sekarang raga kita terpisah tetapi aku yakin hati kita saling mendoakan. Yakinlah bahwa jodoh itu selalu datang dan kembali. Jodoh tak akan pernah pergi. Aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu."
Setiap aku membalas pesannya itu, dia sama sekali tak merespon. Entahlah apa yang dimaksudkannya tetapi aku pun mengikuti setiap kalimat yang ditulisnya.

        Hari-hari ku berjalan seperti biasanya, namun tak seindah sebelumnya. Tak ada lagi kopi susu di setiap perjalananku. Tak ada lagi canda tawa dan obrolan seru antara kopi dan susu. Tak ada lagi yang menemani secangkir susu di setiap hujan. Kopi yang dahulu memberikan keindahan kini telah  pergi entah kemana. Yang secangkir susu dapat lakukan hanyalah terus berdoa dan berharap secangkir kopi itu dapat kembali dan menemani hari-hari yang tak lagi indah ini. Aku tidak stres, aku juga tidak murung tetapi aku hanya susah membuka hati kembali. Rasanya aku tidak lagi mempercayai bahwa "cewek itu punya firasat saat melihat lelaki yang nantinya dapat menjadi suami dan ayah bagi anak-anaknya kelak". Setiap detik aku selalu bertanya-tanya tentang perasaan Vero padaku. Setiap detik aku selalu ingin tahu siapa wanita yang dinikahinya dan kenapa Vero secara tiba-tiba menikahinya bahkan tanpa memberitahuku sama sekali. Pertanyaan-pertanyaan itu hanya ada dalam benakku dan selalu menjadi pertayaan tanpa jawaban. Ini benar-benar menyakitkan, ketika kita jatuh cinta namun kita hanya mampu menyimpannya dalam-dalam tanpa mengungkapkannya sedikitpun.

         Genap satu bulan sudah secangkir susu sendirian tanpa kopi hangat. Semakin sepi, itulah yang dirasakan. Dan tepat satu bulan itu juga Vero tiba-tiba saja mengdatangiku di rumah. Dia datang dengan senyum yang biasa ia berikan padaku. Namun senyuman itu terasa asing bagiku, sebuah senyuman yang telah menyisakan berbagai macam pertanyaan dalam benakku. Kedatangan Vero rupanya untuk menjelaskan semua yang terjadi padanya. Vero diminta menikah dengan Nina karena Nina sakit kanker otak dan yang mampu membuatnya bahagia hanyalah Vero. Kelembutan hati Vero lah yang kemudian memutuskan untuk menikahi Nina. Awalnya Vero berpikir jika ia menikah dengan Nina maka ia tidak akan bisa melihatku lagi. Tetapi Tuhan berkata lain, di hari ke dua puluh lima pernikahan mereka, Nina dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Vero bahagia setidaknya di hari-hari terakhir Nina ia telah mampu membuatnya bahagia dan tersenyum.
"Aku minta maaf karena sudah ninggalin kamu sendirian. Aku sengaja nggak cerita sejak awal karena aku pikir dan aku yakin kalau suatu saat kita akan bertemu lagi" ucapnya.
"Iya no problem. Sekarang aku ngerti semuanya dan aku bisa maklumin itu" balasku.
"Makasi ya. Aku juga mau bilang sebenarnya cewek yang selama ini aku cintai adalah kamu" ucapnya.
"Kamu serius?" balasku.
"Iya aku serius. Sejak pertama aku lihat kamu aku sudah merasa nyaman meskipun kita belum saling kenal. Kemudian setelah kenal kamu lebih dekat aku semakin yakin jika aku benar-benar jatuh cinta sama kamu" balasnya.
"Sebelumnya makasi karena kamu uda cinta sama aku, jujur aku juga cinta sama kamu. Tapi setelah kejadian kamu menghilang entah kenapa aku jadi ragu sama perasaanku itu" balasku.
"Iya aku paham dan aku bisa terima itu kok. Yang terpenting sekarang kita bisa kayak dulu lagi nggak? Jalan bareng, ngobrol dan seru-seru an bareng. Karena saat aku melihat kamu tersenyum itu sudah lebih dari cukup" ucapnya.
"Kita masih bisa kayak dulu kok. Kita coba dari awal lagi yah" ucapku.
"Iya,." balasnya.

        Dan sejak hari itu, secangkir susu dan kopi kembali bersama. Secangkir susu tak lagi kesepian karena selalu ada secangkir kopi yang menemaninya. Lampu-lampu di kafe favoritku juga kembali terlihat indah. Sepertinya lampu-lampu itu sangat mengerti apa yang sedang kurasakan. Kami pun kembali bersama melakukan hal-hal seru seperti dulu. Perasaanku yang ragu perlahan-lahan kembali yakin dan semakin mencintai Vero. Setelah dua tahun kami kembali bersama, kami pun memutuskan untuk menikah. Kopi Susu yang sempat terpisahkan kini kembali bersama dalam sebuah ikatan sakral.



---------- END ----------

2 comments:

Powered by Blogger.